Cinta memang membingaungkan tapi juga meng-asikan, itulah yang aku dengar dari teman-teman ku. Seorang bila jatuh cinta dia akan lupa pada msalah yang sedang dialaminya, padahal masalahnya itu cukuplah besar..... tapi karena dia sedang jatuh cinta maska yang ada dipikirannya hanyalah orang yang dia cintai semata.
Sabtu, 25 Februari 2012
Sabtu, 18 Februari 2012
ARTIKEL MOTIVASI
CERITA MOTIVASI
Di Susun Oleh :
Sumber :
Cinta & Orang yang Anda Kasihi
Ini sebuah kisah nyata yang terjadi di Jepang. Ketika sedang
merenovasi sebuah rumah, seseorang
mencoba merontokkan tembok. Rumah di Jepang biasanya memiliki ruang kosong di
antara tembok yang terbuat dari kayu. Ketika tembok mulai rontok, dia menemukan
seekor kadal terperangkap di antara ruang kosong itu karena kakinya melekat
pada sebuah paku. Dia merasa kasihan sekaligus penasaran. Lalu ketika dia
mengecek paku itu, ternyata paku tersebut telah ada di situ 10 tahun lalu
ketika rumah itu pertama kali dibangun. Apa yang terjadi? Bagaimana kadal itu
dapat bertahan dengan kondisi terperangkap selama 10 tahun?
Dalam keadaan gelap selama 10 tahun, tanpa bergerak
sedikitpun, itu adalah sesuatu yang mustahil dan tidak masuk akal. Orang itu
lalu berpikir, bagaimana kadal itu dapat bertahan hidup selama 10 tahun tanpa
berpindah dari tempatnya sejak kakinya melekat pada paku itu!
Orang itu lalu menghentikan pekerjaannya dan
memperhatikan kadal itu, apa yang dilakukan dan apa yang dimakannya hingga
dapat bertahan. Kemudian, tidak tahu darimana datangnya, seekor kadal lain
muncul dengan makanan di mulutnya…astaga! !
Orang itu merasa terharu melihat hal itu. Ternyata ada
seekor kadal lain yang selalu memperhatikan kadal yang terperangkap itu selama
10 tahun. Sungguh ini sebuah cinta…cinta yang indah. Cinta dapat terjadi bahkan
pada hewan yang kecil seperti dua ekor kadal itu. Apa yang dapat dilakukan oleh
cinta? Tentu saja sebuah keajaiban. Bayangkan, kadal itu tidak pernah menyerah
dan tidak pernah berhenti memperhatikan pasangannya selama 10 tahun. Bayangkan
bagaimana hewan yang kecil itu dapat memiliki karunia yang begitu mengagumkan.
Saya tersentuh ketika mendengar cerita ini. Lalu saya mulai berpikir tentang
hubungan yang terjalin antara keluarga, teman, saudara lelaki, saudara
perempuan… ..
Saudaraku ….Berusahalah semampumu untuk tetap dekat
dengan orang-orang yang Anda kasihi. JANGAN PERNAH MENGABAIKAN ORANG YANG ANDA
KASIHI…! Bagikan cerita ini kepada semua orang yang telah menyentuh hidup
anda dan membuat anda bertumbuh, mengerti, dan memahami lebih dalam lagi
tentang hidup. Bagikan cerita ini untuk semua orang. Semoga setiap orang
dicintai.
Personal To Do, To Have, or To Be?
“Kegembiraan terbesar dalam hidup
adalah keyakinan bahwa kita dicintai. Oleh karenanya, kita membagikan cinta
bagi orang lain.” (Victor Hugo)
Tidak ada yang bisa menghentikan waktu. Ia terus maju.
Umur terus bertambah. Manusia pun mengalami babak-babak dalam hidupnya. Saat
masuk fase dewasa, orang memasuki tiga tahapan kehidupan.
Ada masa di mana orang terfokus untuk melakukan
sesuatu (to do). Ada saat memfokuskan diri untuk mengumpulkan (to have). Ada
yang giat mencari makna hidup (to be). Celakanya, tidak semua orang mampu
melewati tiga tahapan proses itu.
Fase pertama, fase to do. Pada fase ini, orang masih
produktif. Orang bekerja giat dengan seribu satu alasan. Tapi, banyak orang
kecanduan kerja, membanting tulang, sampai mengorbankan banyak hal, tetap tidak
menghasilkan buah yang lebih baik. Ini sangat menyedihkan. Orang dibekap oleh
kesibukan, tapi tidak ada kemajuan. Hal itu tergambar dalam cerita singkat ini.
Ada orang melihat sebuah sampan di tepi danau. Segera ia meloncat dan mulailah
mendayung. Ia terus mendayung dengan semangat. Sampan memang bergerak. Tapi,
tidak juga menjauh dari bibir danau. Orang itu sadar, sampan itu masih terikat
dengan tali di sebuah tiang.
Nah, kebanyakan dari kita, merasa sudah bekerja
banyak. Tapi, ternyata tidak produktif. Seorang kolega memutuskan keluar dari
perusahaan. Ia mau membangun bisnis sendiri. Dengan gembira, ia mempromosikan
bisnisnya. Kartu nama dan brosur disebar. Ia bertingkah sebagai orang sibuk.
Tapi, dua tahun berlalu, tapi bisnisnya belum
menghasilkan apa-apa. Tentu, kondisi ini sangat memprihatinkan. Jay Abraham,
pakar motivasi bidang keuangan dan marketing pernah berujar, “Banyak orang
mengatakan berbisnis. Tapi, tidak ada hasil apa pun. Itu bukanlah bisnis.”
Marilah kita menengok hidup kita sendiri. Apakah kita hanya sibuk dan bekerja
giat, tapi tanpa sadar kita tidak menghasilkan apa-apa?
Fase kedua, fase to have. Pada fase ini, orang mulai
menghasilkan. Tapi, ada bahaya, orang akan terjebak dalam kesibukan
mengumpulkan harta benda saja. Orang terobesesi mengumpulkan harta
sebanyak-banyaknya. Meski hartanya segunung, tapi dia tidak mampu menikmati
kehidupan. Matanya telah tertutup materi dan lupa memandangi berbagai keindahan
dan kejutan dalam hidup. Lebih-lebih, memberikan secuil arti bagi hidup yang
sudah dijalani. Banyak orang masuk dalam fase ini.
Dunia senantiasa mengundang kita untuk memiliki banyak
hal. Sentra-sentra perbelanjaan yang mengepung dari berbagai arah telah memaksa
kita untuk mengkonsumsi banyak barang.
Bahkan, dunia menawarkan persepsi baru. Orang yang
sukses adalah orang yang mempunyai banyak hal. Tapi, persepsi keliru ini sering
membuat orang mengorbankan banyak hal. Entah itu perkawinan, keluarga,
kesehatan, maupun spiritual.
Secara psikologis, fase itu tidaklah buruk. Harga diri
dan rasa kepuasan diri bisa dibangun dengan prestasi-prestasi yang dimiliki.
Namun, persoalan terletak pada kelekatannya. Orang tidak lagi menjadi pribadi
yang merdeka.
Seorang sahabat yang menjadi direktur produksi
membeberkan kejujuran di balik kesuksesannya. Ia meratapi relasi dengan kedua
anaknya yang memburuk. “Andai saja meja kerja saya ini mampu bercerita tentang
betapa banyak air mata yang menetes di sini, mungkin meja ini bisa bercerita
tentang kesepian batin saya…,” katanya.
Fase itu menjadi pembuktian jati diri kita. Kita perlu
melewatinya. Tapi, ini seperti minum air laut. Semakin banyak minum, semakin
kita haus. Akhirnya, kita terobsesi untuk minum lebih banyak lagi.
Fase ketiga, fase to be. Pada fase ini, orang tidak
hanya bekerja dan mengumpulkan, tapi juga memaknai. Orang terus mengasah
kesadaran diri untuk menjadi pribadi yang semakin baik. Seorang dokter
berkisah. Ia terobesesi menjadi kaya karena masa kecilnya cukup miskin. Saat
umur menyusuri senja, ia sudah memiliki semuanya. Ia ingin mesyukuri dan
memaknai semua itu dengan membuka banyak klinik dan posyandu di desa-desa
miskin.
Memaknai hidup
Ia memaknai hidupnya dengan menjadi makna bagi orang lain. Ada juga seorang pebisnis besar dengan latar belakang pertanian hijrah ke desa untuk memberdayakan para petani. Keduanya mengaku sangat menikmati pilihannya itu.
Ia memaknai hidupnya dengan menjadi makna bagi orang lain. Ada juga seorang pebisnis besar dengan latar belakang pertanian hijrah ke desa untuk memberdayakan para petani. Keduanya mengaku sangat menikmati pilihannya itu.
Fase ini merupakan fase kita menjadi pribadi yang
lebih bermakna. Kita menjadi pribadi yang berharga bukan karena harta yang kita
miliki, melainkan apa yang bisa kita berikan bagi orang lain.
Hidup kita seperti roti. Roti akan berharga jika bisa
kita bagikan bagi banyak orang yang membutuhkan. John Maxwell dalam buku
Success to Significant mengatakan “Pertanyaan terpenting yang harus diajukan
bukanlah apa yang kuperoleh. Tapi, menjadi apakah aku ini?”
Nah, Mahatma Gandhi menjadi contoh konkret pribadi
macam ini. Sebenarnya, ia menjadi seorang pengacara sukses. Tapi, ia memilih
memperjuangkan seturut nuraninya. Ia menjadi pejuang kemanusiaan bagi kaum papa
India.
Nah, di fase manakah hidup kita sekarang? Marilah kita
terobsesi bukan dengan bekerja atau memiliki, tetapi menjadi pribadi yang lebih
matang, lebih bermakna dan berkontribusi!
Kesukses & Arogansi
Seorang CEO dari perusahaan Fortune 100 mengatakan,
“Success can lead to arrogance. When we are arrogant, we quit listening. When
we quit listening, we stop changing. In today’s rapidly moving world, if we
quit changing, we will ultimately fail.” (Sukses bisa membuat kita jadi arogan.
Saat kita arogan, kita berhenti mendengarkan. Ketika kita berhenti
mendengarkan, kita berhenti berubah. Dan di dunia yang terus berubah dengan
begitu cepatnya seperti sekarang, kalau kita berhenti berubah, maka kita akan
gagal).
Itulah sisi negatif dari kesuksesan, yakni arogansi.
Arogansi muncul saat seseorang merasa diri paling hebat, paling luar biasa, dan
paling baik dibandingkan dengan yang lainnya. Penyakit mental ini bisa
menjangkiti apa dan siapa saja, mulai dari organisasi, produk, pemimpin, sampai
orang biasa. Khusus pada tulisan ini, kita akan membicarakan soal manusianya.
Orang sukses lalu bersombong ria sebenarnya patut
disayangkan. Bayangkan saja, saat berjuang keras menggapai kesuksesan, mereka
begitu terbuka untuk belajar. Mereka mau mendengarkan. Mereka mau berjerih
payah, berani hidup susah, dan mengorbankan diri. Bahkan, mereka tampak sangat
‘merakyat’ hidupnya. Akan tetapi, itu dulu. Sayang sekali, saat kesuksesan
datang, mereka lupa diri. Mungkin dia akan berkata, “Saya sudah berhasil
mencapai yang terbaik. Sekarang, Andalah yang harus mendengarkan saya. Saya
tidak perlu lagi mendengarkan Anda.” Hal itu diperparah lagi ketika mereka
dikelilingi oleh para ‘yes man’ yang tidak berani angkat bicara soal kekurangan
orang ini. Hal ini membuat orang itu semakin ‘megalomania’ , pongah, angkuh,
dan egois. Ia terbelenggu oleh kesuksesannya sendiri. Ia tidak pernah belajar
lagi.
Ada Seorang Pebisnis, dia menceritakan susah payahnya
membangun bisnisnya. Cerita yang mengharukan sekaligus heroik ketika dia harus
tidur di kolong jembatan saat tiba di Jakarta ketika remaja. Dengan susah payah
dia merangkak dari bawah untuk bertahan hidup. Menikah tanpa uang sepeser pun.
Hidup di rumah kontrakan kecil. Akan tetapi, dia tidak patah arang. Dia
mengamati cara kerja orang sukses, mencontoh, dan memodifikasi sendiri
produknya. Sekarang, dia pun berjaya. Tiga pabrik besar ada di genggamannya.
Namun, sayang sekali. Perusahan itu sedang diterpa
badai masalah internal. Pemicunya tak lain adalah sikap pemimpin yang arogan.
Dia otoriter dan antikritik. “Kalau saya bisa, kalian juga harus bisa,” katanya
pongah. Dia pun menolak ide-ide baru. Dia mengelola perusahaan dengan
serampangan. Turn over karyawan pun tinggi. Sisanya hanya kelompok para
‘penjilat’ yang tidak berani melawan. Dia menginginkan anak buahnya
di-training. Padahal, dia sendiri yang perlu up date diri dengan training.
Arogansi bisa menghampiri siapa saja. Termasuk seorang
pendidik, guru, dosen, yang tiap hari memberi suatu bagi orang lain.
Dari situ, kita belajar banyak untuk hati-hati. Kesuksesan
jangan membuat kita arogan dan cenderung self centered serta tidak mau
mendengarkan orang lain. Dunia begitu mengenal sosok Mao, Hitler, ataupun
Stalin. Mereka berjuang dari basis bawah menuju pucuk kepemimpinan. Mereka pun
berjuang untuk perubahan di masyarakatnya. Idealisme mereka sangat luar biasa.
Orang pun dibuatnya kagum. Namun, mereka lupa daratan ketika sukses. Mereka
memonopoli kebenaran tunggal alias antikritik dan antipembaruan. Mereka
memimpin dengan tangan besi. Korban pun bergelimpangan dari tangannya. Begitu
juga dalam sejarah bisnis. IBM yang begitu besar dan terkenal pernah mengalami
kemerosotan saat arogansi membekap sikap dan pikiran para pemimpin mereka.
Terjebak retorika
Namun, itulah yang terjadi apabila orang berhenti
belajar dan merasa diri sudah selesai. Tanpa dia sadari, lingkungannya terus
belajar, berinovasi, dan berkembang. Sementara, dia mandek di posisinya.
Akibatnya, kue kesuksesan yang dia peroleh lama-kelamaan menjadi basi. Tanpa
sadar, kompetitor mereka bergerak jauh meninggalkan dirinya di belakang. Mereka
terjebak dalam retorika, kalimat, jurus yang itu-itu saja alias usang. Arogansi
telah menutup hati dan pikirannya untuk kreatif menemukan jurus dan tip-tip
baru mempertahankan sekaligus mengembangkan kesuksesannya. Di sinilah, arogansi
berujung pada malapetaka dan kehancuran.
Jadi, bagaimanakah tipnya agar kesuksesan kita tidak
berubah menjadi arogansi?
Pertama- Aware (sadar) dengan sikap dan tingkah laku
kita selalu. Meskipun sudah sukses, kita perlu memberi waktu untuk menyadari
sikap dan perilaku kita di mata orang lain. Selalulah sadar apakah nada dan
ucapan serta tindak tanduk kita sekarang semakin membuat banyak orang lain
terluka? Apakah kita masih tetap menghargai orang lain? Apalagi orang-orang
yang telah turut membawa Anda ke level sukses sekarang, apakah Anda hargai?
Jangan sampai, tatkala masih bersusah payah, kita begitu respek, tetapi setelah
sukses justru mencampakkan mereka.
Kedua- Waspadai umpan balik yang hanya menghibur kita
tetapi tidak membuat kita belajar lagi. Hati-hati dengan orang di sekeliling
kita yang hanya mengatakan hal bagus, tetapi tidak berani memberikan masukan
yang baik. Kadang, masukan negatif juga kita perlukan demi perkembangan,
sesukses apa pun kita.
Ketiga- Awasi dan peka dengan perubahan yang terjadi.
Dalam buku Who Moved My Cheese disimpulkan bahwa kita harus selalu mencium keju
kita, apakah sudah basi ataukah mulai diambil orang lain. Kita pun harus terus
mencium dan peka bagaimana orang lain mengembangkan dirinya serta bisa jadi
ancaman bagi kita. Jangan pula merasa diri paling hebat dan lupa belajar.
Keempat- Sopan dan rendah hati untuk belajar dari
orang lain.
Semoga tulisan ini menginspirasi Anda untuk meraih
sukses sejati. Kesuksesan yang membuat Anda tidak arogan. Baiknya kita tutup
tulisan ini dengan kalimat kuno yang seringkali sudah kita dengar. “Di atas
langit masih ada langit yang lain”.
4 Lilin & Harapan
Ada 4 lilin yang menyala, Sedikit demi sedikit habis
meleleh. Suasana
begitu sunyi sehingga terdengarlah percakapan mereka.
Yang pertama berkata: “Aku adalah Damai.” “Namun
manusia tak mampu menjagaku: maka lebih baik aku mematikan diriku saja!”
Demikianlah sedikit demi sedikit sang lilin padam.
Yang kedua berkata: “Aku adalah Iman.” “Sayang aku tak
berguna lagi.” “Manusia tak mau mengenalku, untuk itulah tak ada gunanya aku
tetap menyala.” Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya.
Dengan sedih giliran Lilin ketiga bicara: “Aku adalah
Cinta.” “Tak mampu lagi aku untuk tetap menyala.” “Manusia tidak lagi memandang
dan mengganggapku berguna.” “Mereka saling membenci, bahkan membenci mereka
yang mencintainya, membenci keluarganya.” Tanpa menunggu waktu lama, maka
matilah Lilin ketiga.
Tanpa terduga…
Seorang anak saat itu masuk ke dalam kamar, dan
melihat ketiga Lilin telah padam. Karena takut akan kegelapan itu, ia berkata:
“Ekh apa yang terjadi?? Kalian harus tetap menyala, Aku takut akan kegelapan!”
Lalu ia mengangis tersedu-sedu.
Lalu dengan terharu Lilin keempat berkata:
Jangan takut, Janganlah menangis, selama aku masih ada
dan menyala, kita tetap dapat selalu menyalakan ketiga Lilin lainnya:
“Akulah HARAPAN.”
Dengan mata bersinar, sang anak mengambil Lilin
Harapan, lalu menyalakan kembali ketiga Lilin lainnya.
Apa yang tidak pernah mati hanyalah HARAPAN yang ada
dalam hati kita….dan masing-masing kita semoga dapat menjadi alat, seperti sang
anak tersebut, yang dalam situasi apapun mampu menghidupkan kembali Iman,
Damai, Cinta dengan HARAPAN-nya!
Belalang & Penjara Pikiran
Seekor belalang lama terkurung dalam satu kotak. Suatu
hari ia berhasil keluar dari kotak yang mengurungnya, dengan gembira dia
melompat-lompat menikmati kebebasannya.
Di perjalanan dia bertemu dengan belalang lain, namun
dia heran mengapa belalang itu bisa lompat lebih tinggi dan lebih jauh darinya.
Dengan penasaran dia bertanya,
“Mengapa kau bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh
dariku,padahal kita tidak jauh berbeda dari usia maupun ukuran tubuh?” Belalang
itu menjawabnya dengan pertanyaan,
“Dimanakah kau tinggal selama ini? Semua belalang yang
hidup di alam bebas pasti bisa melakukan seperti yang aku lakukan.”
Saat itu si belalang baru tersadar bahwa selama ini
kotak itulah yang telah membuat lompatannya tidak sejauh dan setinggi belalang
lain yang hidup di alam bebas.
Sering kita sebagai manusia, tanpa sadar, pernah juga
mengalami hal yang sama dengan belalang tersebut. Lingkungan yang buruk,
hinaan, trauma masa lalu, kegagalan beruntun, perkataan teman,tradisi, dan
semua itu membuat kita terpenjara dalam kotak semu yang mementahkan potensi
kita.
Sering kita mempercayai mentah-mentah apa yang mereka
voniskan kepada kita tanpa berpikir dalam bahwa apakah hal itu benar adanya
atau benarkah kita selemah itu? Lebih parah lagi, kita acap kali lebih memilih
mempercayai mereka daripada mempercayai diri sendiri.
Tahukah Anda bahwa gajah yang sangat kuat bisa diikat
hanya dgn tali yang terikat pada pancang kecil? Gajah sudah akan merasa dirinya
tidak bisa bebas jika ada “sesuatu” yang mengikat kaki nya, padahal “sesuatu”
itu bisa jadi hanya seutas tali kecil…
Sebagai manusia kita mampu untuk berjuang, tidak
menyerah begitu saja kepada apa yang kita alami. Karena itu, teruslah berusaha
mencapai segala aspirasi positif yang ingin kita capai. Sakit memang, lelah
memang, tapi jika
kita sudah sampai di puncak, semua pengorbanan itu pasti akan terbayar. Pada
dasarnya, kehidupan kita akan lebih baik kalau kita hidup dengan cara hidup
pilihan kita sendiri, bukan dengan cara yang di pilihkan orang lain untuk kita
Jadilah
Pelita Kebijaksanaan
Pada suatu malam, seorang buta berpamitan pulang dari
rumah sahabatnya. Sang sahabat membekalinya dengan sebuah lentera pelita.
Orang buta itu terbahak berkata: “Buat apa saya bawa
pelita? Kan sama saja buat saya! Saya bisa pulang kok.”
Dengan lembut sahabatnya menjawab, “Ini agar orang
lain bisa melihat kamu, biar mereka tidak menabrakmu.”
Akhirnya orang buta itu setuju untuk membawa pelita tersebut.
Tak berapa lama, dalam perjalanan, seorang pejalan menabrak si buta.
Dalam kagetnya, ia mengomel, “Hei, kamu kan punya
mata! Beri jalan buat orang buta dong!”
Tanpa berbalas sapa, mereka pun saling berlalu.
Lebih lanjut, seorang pejalan lainnya menabrak si
buta.
Kali ini si buta bertambah marah, “Apa kamu buta?
Tidak bisa lihat ya? Aku bawa pelita ini supaya kamu bisa lihat!”
Pejalan itu menukas, “Kamu yang buta! Apa kamu tidak
lihat, pelitamu sudah padam!”
Si buta tertegun..
Menyadari situasi itu, penabraknya meminta maaf, “Oh,
maaf, sayalah yang ‘buta’, saya tidak melihat bahwa Anda adalah orang buta.”
Si buta tersipu menjawab, “Tidak apa-apa, maafkan saya
juga atas kata-kata kasar saya.”
Dengan tulus, si penabrak membantu menyalakan kembali
pelita yang dibawa si buta. Mereka pun melanjutkan perjalanan masing-masing.
Dalam perjalanan selanjutnya, ada lagi pejalan yang
menabrak orang buta kita.
Kali ini, si buta lebih berhati-hati, dia bertanya
dengan santun, “Maaf, apakah pelita saya padam?”
Penabraknya menjawab, “Lho, saya justru mau menanyakan
hal yang sama.”
Senyap sejenak.
secara berbarengan mereka bertanya, “Apakah Anda orang
buta?”
Secara serempak pun mereka menjawab, “Iya.,” sembari
meledak dalam tawa.
Mereka pun berupaya saling membantu menemukan kembali
pelita mereka yang berjatuhan sehabis bertabrakan.
Pada waktu itu juga, seseorang lewat. Dalam keremangan
malam, nyaris saja ia menubruk kedua orang yang sedang mencari-cari pelita
tersebut. Ia pun berlalu, tanpa mengetahui bahwa mereka adalah orang buta.
Timbul pikiran dalam benak orang ini, “Rasanya saya
perlu membawa pelita juga, jadi saya bisa melihat jalan dengan lebih baik,
orang lain juga bisa ikut melihat jalan mereka.”
Pelita melambangkan terang kebijaksanaan. Membawa
pelita berarti menjalankan kebijaksanaan dalam hidup. Pelita, sama halnya
dengan kebijaksanaan, melindungi kita dan pihak lain dari berbagai aral
rintangan (tabrakan!).
Si buta pertama mewakili mereka yang terselubungi
kegelapan batin, keangkuhan, kebebalan, ego, dan kemarahan. Selalu menunjuk ke
arah orang lain, tidak sadar bahwa lebih banyak jarinya yang menunjuk ke arah
dirinya sendiri. Dalam perjalanan “pulang”, ia belajar menjadi bijak melalui
peristiwa demi peristiwa yang dialaminya. Ia menjadi lebih rendah hati karena
menyadari kebutaannya dan dengan adanya belas kasih dari pihak lain. Ia juga
belajar menjadi pemaaf.
Penabrak pertama mewakili orang-orang pada umumnya,
yang kurang kesadaran, yang kurang peduli. Kadang, mereka memilih untuk
“membuta” walaupun mereka bisa melihat.
Penabrak kedua mewakili mereka yang seolah
bertentangan dengan kita, yang sebetulnya menunjukkan kekeliruan kita, sengaja
atau tidak sengaja. Mereka bisa menjadi guru-guru terbaik kita. Tak seorang pun
yang mau jadi buta, sudah selayaknya kita saling memaklumi dan saling membantu.
Orang buta kedua mewakili mereka yang sama-sama gelap
batin dengan kita. Betapa sulitnya menyalakan pelita kalau kita bahkan tidak
bisa melihat pelitanya. Orang buta sulit menuntun orang buta lainnya. Itulah
pentingnya untuk terus belajar agar kita menjadi makin melek, semakin
bijaksana.
Orang terakhir yang lewat mewakili mereka yang cukup
sadar akan pentingnya memiliki pelita kebijaksanaan.
Sudahkah kita sulut pelita dalam diri kita
masing-masing? Jika sudah, apakah nyalanya masih terang, atau bahkan nyaris
padam? JADILAH PELITA, bagi diri kita sendiri dan sekitar kita.
Sebuah pepatah berusia 25 abad mengatakan: Sejuta
pelita dapat dinyalakan dari sebuah pelita, dan nyala pelita pertama tidak akan
meredup. Pelita kebijaksanaan pun, tak kan pernah habis terbagi.
Bila mata tanpa penghalang, hasilnya adalah
penglihatan. Jika telinga tanpa penghalang, hasilnya adalah pendengaran. Hidung
yang tanpa penghalang membuahkan penciuman. Fikiran yang tanpa penghalang
hasilnya adalah kebijaksanaan.
Elang
dan Kalkun
Konon di satu saat yang telah lama berlalu, Elang dan
Kalkun adalah burung yang menjadi teman yang baik. Dimanapun mereka berada,
kedua teman selalu pergi bersama-sama. Tidak aneh bagi manusia untuk melihat
Elang dan Kalkun terbang bersebelahan melintasi udara bebas.
Satu hari ketika mereka terbang, Kalkun berbicara pada
Elang, “Mari kita turun dan mendapatkan sesuatu untuk dimakan. Perut saya sudah
keroncongan nih!”. Elang membalas, “Kedengarannya ide yang bagus”.
Jadi kedua burung melayang turun ke bumi, melihat
beberapa binatang lain sedang makan dan memutuskan bergabung dengan mereka.
Mereka mendarat dekat dengan seekor Sapi. Sapi ini tengah sibuk makan
jagung,namun sewaktu memperhatikan bahwa ada Elang dan Kalkun sedang berdiri
dekat dengannya, Sapi berkata, “Selamat datang, silakan cicipi jagung manis
ini”.
Ajakan ini membuat kedua burung ini terkejut. Mereka
tidak biasa jika ada binatang lain berbagi soal makanan mereka dengan mudahnya.
Elang bertanya, “Mengapa kamu bersedia membagikan jagung milikmu bagi kami?”.
Sapi menjawab, “Oh, kami punya banyak makanan disini. Tuan Petani memberikan
bagi kami apapun yang kami inginkan”. Dengan undangan itu, Elang dan Kalkun
menjadi terkejut dan menelan ludah. Sebelum selesai, Kalkun menanyakan lebih
jauh tentang Tuan Petani.
Sapi menjawab, “Yah, dia menumbuhkan sendiri semua
makanan kami. Kami sama sekali tidak perlu bekerja untuk makanan”. Kalkun
tambah bingung, “Maksud kamu, Tuan Petani itu memberikan padamu semua yang
ingin kamu makan?”. Sapi menjawab, “Tepat sekali!. Tidak hanya itu, dia juga
memberikan pada kami tempat untuk tinggal.” Elang dan Kalkun menjadi syok
berat!. Mereka belum pernah mendengar hal seperti ini. Mereka selalu harus
mencari makanan dan bekerja untuk mencari naungan.
Ketika datang waktunya untuk meninggalkan tempat itu,
Kalkun dan Elang mulai berdiskusi lagi tentang situasi ini. Kalkun berkata pada
Elang, “Mungkin kita harus tinggal di sini. Kita bisa mendapatkan semua makanan
yang kita inginkan tanpa perlu bekerja. Dan gudang yang disana cocok dijadikan
sarang seperti yang telah pernah bangun. Disamping itu saya telah lelah bila
harus selalu bekerja untuk dapat hidup.”
Elang juga goyah dengan pengalaman ini, “Saya tidak
tahu tentang semua ini. Kedengarannya terlalu baik untuk diterima. Saya
menemukan semua ini sulit untuk dipercaya bahwa ada pihak yang mendapat sesuatu
tanpa mbalan. Disamping itu saya lebih suka terbang tinggi dan bebas mengarungi
langit luas. Dan bekerja untuk menyediakan makanan dan tempat bernaung tidaklah
terlalu buruk. Pada kenyataannya, saya menemukan hal itu sebagai tantangan
menarik”.
Akhirnya, Kalkun memikirkan semuanya dan memutuskan untuk
menetap dimana ada makanan gratis dan juga naungan. Namun Elang memutuskan
bahwa ia amat mencintai kemerdekaannya dibanding menyerahkannya begitu saja. Ia
menikmati tantangan rutin yang membuatnya hidup. Jadi setelah mengucapkan
selamat berpisah untuk teman lamanya Si Kalkun, Elang menetapkan penerbangan
untuk petualangan baru yang ia tidak ketahui bagaimana ke depannya.
Semuanya berjalan baik bagi Si Kalkun. Dia makan semua
yang ia inginkan. Dia tidak pernah bekerja. Dia bertumbuh menjadi burung gemuk
dan malas. Namun suatu hari dia mendengar istri Tuan Petani menyebutkan bahwa
Hari raya Thanks giving akan datang beberapa hari lagi dan alangkah indahnya
jika ada hidangan Kalkun panggang untuk makan malam. Mendengar hal itu, Si
Kalkun memutuskan sudah waktunya untuk pergi dari pertanian itu dan bergabung
kembali dengan teman baiknya, si Elang.
Namun ketika dia berusaha untuk terbang, dia menemukan
bahwa ia telah tumbuh terlalu gemuk dan malas. Bukannya dapat terbang, dia
justru hanya bisa mengepak-ngepakkan sayapnya. Akhirnya di Hari Thanks giving
keluarga Tuan Petani duduk bersama menghadapi panggang daging Kalkun besar yang
sedap.
Ketika anda menyerah pada tantangan hidup dalam
pencarian keamanan, anda mungkin sedang menyerahkan kemerdekaan anda…Dan Anda
akan menyesalinya setelah segalanya berlalu dan tidak ada KESEMPATAN lagi…
Seperti pepatah kuno “selalu ada keju gratis dalam
perangkap tikus”.
Membangun Motivasi Dalam Diri
Cita-cita atau tujuan hidup ini
hanya bisa diraih jika anda memiliki motivasi yang kuat dalam diri anda. Tanpa motivasi
apapun, sulit sekali anda menggapai apa yang anda cita-citakan. Tapi tak dapat
dipungkiri, memang cukup sulit membangun motivasi di dalam diri sendiri. Bahkan
mungkin anda tidak tahu pasti bagaimana cara membangun motivasi di dalam diri
sendiri. Padahal sesungguhnya banyak hal yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan
motivasi tersebut.
Caranya? coba simak tips berikut ini:
1. Ciptakan sensasi
Ciptakan sesuatu yang dapat “membangunkan” dan
membangkitkan gairah anda saat pagi menjelang. Misalnya, anda berpikir esok
hari harus mendapatkan keuntungan 1 milyar rupiah. Walau kedengarannya
mustahil, tapi sensasi ini kadang memacu semangat anda untuk berkarya lebih
baik lagi melebihi apa yang sudah anda lakukan kemarin.
2. Kembangkan terus tujuan anda
Jangan pernah terpaku pada satu tujuan yang sederhana.
Tujuan hidup yang terlalu sederhana membuat anda tidak memiliki kekuatan lebih.
Padahal untuk meraih sesuatu anda memerlukan tantangan yang lebih besar, untuk
mengerahkan kekuatan anda yang sebenarnya. Tujuan hidup yang besar akan
membangkitkan motivasi dan kekuatan tersendiri dalam hidup anda.
3. Tetapkan saat kematian
Anda perlu memikirkan saat kematian meskipun gejala ke
arah itu tidak dapat diprediksikan. Membayangkan saat-saat terakhir dalam hidup
ini sesungguhnya merupakan saat-saat yang sangat sensasional. Anda dapat
membayangkan ‘flash back’ dalam kehidupan anda. Sejak anda menjalani masa
kanak-kanak, remaja, hingga tampil sebagai pribadi yang dewasa dan mandiri.
Jika anda membayangkan ‘ajal’ anda sudah dekat, akan memotivasi anda untuk
berbuat lebih banyak lagi selama hidup anda.
4. Tinggalkan teman yang tidak perlu
Jangan ragu untuk meninggalkan teman-teman yang tidak
dapat mendorong anda mencapai tujuan. Sebab, siapapun teman anda, seharusnya
mampu membawa anda pada perubahan yang lebih baik. Ketahuilah bergaul dengan
orang-orang yang optimis akan membuat anda berpikir optimis pula. Bersama
mereka hidup ini terasa lebih menyenangkan dan penuh motivasi.
5. Hampiri bayangan ketakutan
Saat anda dibayang-bayangi kecemasan dan ketakutan,
jangan melarikan diri dari bayangan tersebut. Misalnya selama ini anda takut
akan menghadapi masa depan yang buruk. Datang dan nikmati rasa takut anda
dengan mencoba mengatasinya. Saat anda berhasil mengatasi rasa takut, saat itu
anda telah berhasil meningkatkan keyakinan diri bahwa anda mampu mencapai hidup
yang lebih baik.
6. Ucapkan “selamat datang” pada setiap masalah
Jalan untuk mencapai tujuan tidak selamanya semulus
jalan tol. Suatu saat anda akan menghadapi jalan terjal, menanjak dan penuh
bebatuan. Jangan memutar arah untuk mengambil jalan pintas. Hadapi terus jalan
tersebut dan pikirkan cara terbaik untuk bisa melewatinya. Jika anda memandang
masalah sebagai sesuatu yang mengerikan, anda akan semakin sulit termotivasi.
Sebaliknya bila anda selalu siap menghadapi setiap masalah, anda seakan
memiliki energi dan semangat berlebih untuk mencapai tujuan anda.
7. Mulailah dengan rasa senang
Jangan pernah merasa terbebani dengan tujuan hidup
anda. Coba nikmati hidup dan jalan yang anda tempuh. Jika sejak awal anda sudah
merasa ‘tidak suka’ rasanya motivasi hidup tidak akan pernah anda miliki.
8. Berlatih dengan keras
Tidak bisa tidak, anda harus berlatih terus bila ingin
mendapatkan hasil terbaik. Pada dasarnya tidak ada yang tidak dapat anda raih
jika anda terus berusaha keras. Semakin giat berlatih semakin mudah pula
mengatasi setiap kesulitan.
Kesimpulan:
Motivasi dapat menumbuhkan semangat dalam mencapai tujuan. Motivasi yang kuat di dalam diri, kita akan memiliki apresiasi dan penghargaan yang tinggi terhadap diri dan hidup ini. Sehingga kita tidak akan ragu untuk melangkah ke depan, yaitu mencapai visi hidup kita.
Salam Sukses !
Motivasi dapat menumbuhkan semangat dalam mencapai tujuan. Motivasi yang kuat di dalam diri, kita akan memiliki apresiasi dan penghargaan yang tinggi terhadap diri dan hidup ini. Sehingga kita tidak akan ragu untuk melangkah ke depan, yaitu mencapai visi hidup kita.
Salam Sukses !
Lingkungan Kita adalah
Pikiran Kita
Suatu ketika seorang pria menelepon Norman Vincent Peale.
Ia tampak sedih.Tidak ada lagi yang dimilikinya dalam hidup ini. Norman
mengundang pria itu untuk datang ke kantornya.
“Semuanya telah hilang. Tak ada harapan lagi,” kata
pria itu.
“Aku sekarang hidup dalam kegelapan yang amat dalam.
Aku telah kehilangan hidup ini”.
Norman Vincent Peale, penulis buku “The Power of
Positive Thinking”, tersenyum penuh simpati.
“Mari kita pelajari keadaan anda,” katanya Norman
dengan lembut.
Pada selembar kertas ia menggambar sebuah garis lurus
dari atas ke bawah tepat di tengah-tengah halaman. Ia menyarankan agar pada
kolom kiri pria itu menuliskan apa-apa yang telah hilang dari hidupnya.
Sedangkan pada kolom kanan, ia menulis apa-apa yang masih tersisa.
“Kita tak perlu mengisi kolom sebelah kanan,” kata
pria itu tetap dalam kesedihan.
“Aku sudah tak punya apa-apa lagi.”
“Lalu kapan kau bercerai dari istrimu?” tanya Norman.
“Hei, apa maksudmu? Aku tidak bercerai dari istriku.
Ia amat mencintaiku!”
“Kalau begitu bagus sekali,” sahut Norman penuh
antusias.
“Mari kita catat itu sebagai nomor satu di kolom
sebelah kanan “Istri yang amat mencintai”.
“Nah, sekarang kapan anakmu itu masuk penjara?”
“Anda ini konyol sekali. Tak ada anakku yang masuk
penjara!”
“Bagus! Itu nomor dua untuk kolom sebelah kanan
“Anak-anak tidak berada dalam penjara.” kata Norman sambil menuliskannya di
atas kertas tadi.
Setelah beberapa pertanyaan dengan nada yang serupa,
akhirnya pria itu menangkap apa maksud Norman dan tertawa pada diri sendiri.
“Menggelikan sekali. Betapa segala sesuatunya berubah
ketika kita berpikir dengan cara seperti itu,” katanya.
Kata orang bijak, bagi hati yang sedih lagu yang riang
pun terdengar memilukan. Sedangkan orang bijak lain berkata, sekali pikiran
negatif terlintas di pikiran, duniapun akan terjungkir balik. Maka mulailah
hari dengan selalu berfikir positif.
Tuliskanlah hal-hal positif yang Kita pernah dan
sedang miliki dalam hidup ini, bebaskan pikiran-pikiran kita dari hal-hal
negatif yang hanya akan menyedot energi negatif dari luar diri kita. Dengan
berfikir positif kehidupan ini akan terasa amat indah dan tidaklah sekejam yang
kita bayangkan. Objek-objek yang berada di sekitar kita akan sangatlah
tergantung dari bagaimana cara kita memandang dan mempersepsikannya. Lingkungan
Kita adalah Pikiran Kita. Lingkungan akan berbuat positif kepada Kita jika Kita
mempersepsikannya baik, sebaliknya Lingkungan akan berbuat negatif kepada kita
ketika kita mempersepsikan sebaliknya.
Masalah Adalah Hadiah
Optimisme adalah memandang hidup ini sebagai
persembahan terbaik. Tidak ada sesuatu yang terjadi begitu saja dan mengalir
sia-sia. Pasti ada tujuan. Pasti ada maksud. Mungkin anda pernah mengalami
pengalaman buruk yang tak menyenangkan, maka keburukan itu hanya karena anda
melihat dari salah satu sudut mata yg berkaitan uang saja.
Bila anda berani menengok ke sisi yang lain, anda akan
menemukan pemandangan yang jauh berbeda. Anda tidak harus menjadi orang
tersenyum terus atau menampakkan wajah yang ceria.
Optimisme terletak di dalam hati, bukan hanya
terpampang di muka. Jadilah optimis, karena hidup ini terlalu rumit untuk
dipandang dengan mengerutkan alis dan muka.
Setiap tetes air yang keluar dari mata air tahu mereka
mengalir menuju ke laut. Meskipun melalui anak sungai, belokan, kawasan kali
keruh, danau dan muara, mereka yakin perjalanan mereka bukan tanpa tujuan.
Bahkan, ketika menunggu di muara, setiap tetes air tahu, suatu saat panas dan
angin akan membawa mereka ke pucuk-pucuk gunung. Menjadi awan dan menurunkan
hujan. Sebagian menyuburkan rumput, sebagian tertampung dalam sumur-sumur atau
telaga. Sebagian kembali ke laut. Adakah sesuatu yang sia-sia dari setiap tetes
air yang anda temui?
Masalah Adalah Hadiah.
Bila anda menganggap masalah sebagai beban, anda
mungkin akan menghindarinya atau menjauhinya. Bila anda menganggap masalah
sebagai halangan, anda mungkin akan menghadapinya. Namun, masalah adalah hadiah
yang dapat anda terima dengan suka cita. Dengan pandangan tajam, anda melihat
kejayaan di balik setiap masalah.
Masalah adalah anak tangga menuju kekuatan yang lebih
tinggi. Maka, hadapi dan ubahlah menjadi kekuatan untuk kesuksesan anda. Tanpa
masalah, anda tak layak memasuki jalur kesuksesan. Bahkan hidup ini pun
masalah, karena itu terimalah sebagai hadiah.
Hadiah terbesar yang dapat diberikan oleh induk elang
pada anak-anaknya bukanlah serpihan-serpihan makanan pagi. Bukan pula, dekapan
hangat di malam-malam yang dingin. Namun, ketika mereka melempar anak-anak itu
dari tempat yang tinggi.
Detik pertama anak-anak elang itu menganggap induk
mereka sungguh keterlaluan, menjerit ketakutan, matilah aku. Beberapa ketika
kemudian, bukan kematian yang mereka terima, namun kesejatian diri sebagai
elang, yaitu terbang. Bila anda tidak berani mengatasi masalah, andatidak akan
menjadi seseorang yang sej
Kisah
Bunga Mawar
Suatu ketika, ada seseorang pemuda yang mempunyai
sebuah bibit mawar. Ia ingin sekali menanam mawar itu di kebun belakang
rumahnya. Pupuk dan sekop kecil telah disiapkan. Bergegas, disiapkannya pula
pot kecil tempat mawar itu akan tumbuh berkembang. Dipilihnya pot yang terbaik,
dan diletakkan pot itu di sudut yang cukup mendapat sinar matahari. Ia
berharap, bibit ini dapat tumbuh dengan sempurna.
Disiraminya bibit mawar itu setiap hari. Dengan tekun,
dirawatnya pohon itu. Tak lupa, jika ada rumput yang menganggu, segera
disianginya agar terhindar dari kekurangan makanan. Beberapa waktu kemudian,
mulailah tumbuh kuncup bunga itu. Kelopaknya tampak mulai merekah, walau
warnanya belum terlihat sempurna. Pemuda ini pun senang, kerja kerasnya mulai
membuahkan hasil. Diselidikinya bunga itu dengan hati-hati. Ia tampak heran,
sebab tumbuh pula duri-duri kecil yang menutupi tangkai-tangkainya. Ia
menyesalkan mengapa duri-duri tajam itu muncul bersamaan dengan merekahnya
bunga yang indah ini. Tentu, duri-duri itu akan menganggu keindahan mawar-mawar
miliknya.
Sang pemuda tampak bergumam dalam hati, “Mengapa dari
bunga seindah ini, tumbuh banyak sekali duri yang tajam? Tentu hal ini akan
menyulitkanku untuk merawatnya nanti. Setiap kali kurapihkan, selalu saja
tanganku terluka. Selalu saja ada ada bagian dari kulitku yang tergores. Ah
pekerjaan ini hanya membuatku sakit. Aku tak akan membiarkan tanganku berdarah
karena duri-duri penganggu ini.”
Lama kelamaan, pemuda ini tampak enggan untuk memperhatikan
mawar miliknya. Ia mulai tak peduli. Mawar itu tak pernah disirami lagi setiap
pagi dan petang. Dibiarkannya rumput-rumput yang menganggu pertumbuhan mawar
itu. Kelopaknya yang dahulu mulai merekah, kini tampak merona sayu. Daun-daun
yang tumbuh di setiap tangkai pun mulai jatuh satu-persatu. Akhirnya, sebelum
berkembang dengan sempurna, bunga itu pun meranggas dan layu.
Jiwa manusia, adalah juga seperti kisah tadi. Di dalam
setiap jiwa, selalu ada ‘mawar’ yang tertanam. Tuhan yang menitipkannya kepada
kita untuk dirawat. Tuhan lah yang meletakkan kemuliaan itu di setiap kalbu
kita. Layaknya taman-taman berbunga, sesungguhnya di dalam jiwa kita, juga ada
tunas mawar dan duri yang akan merekah.
Namun sayang, banyak dari kita yang hanya melihat
“duri” yang tumbuh. Banyak dari kita yang hanya melihat sisi buruk dari kita
yang akan berkembang. Kita sering menolak keberadaan kita sendiri. Kita kerap
kecewa dengan diri kita dan tak mau menerimanya. Kita berpikir bahwa hanya
hal-hal yang melukai yang akan tumbuh dari kita. Kita menolak untuk menyirami”
hal-hal baik yang sebenarnya telah ada. Dan akhirnya, kita kembali kecewa, kita
tak pernah memahami potensi yang kita miliki.
Banyak orang yang tak menyangka, mereka juga
sebenarnya memiliki mawar yang indah di dalam jiwa. Banyak orang yang tak
menyadari, adanya mawar itu. Kita, kerap disibukkan dengan duri-duri kelemahan
diri dan onak-onak kepesimisan dalam hati ini. Orang lain lah yang kadang harus
menunjukannya.
Jika kita bisa menemukan “mawar-mawar” indah yang
tumbuh dalam jiwa itu, kita akan dapat mengabaikan duri-duri yang muncul. Kita,
akan terpacu untuk membuatnya akan membuatnya merekah, dan terus merekah hingga
berpuluh-puluh tunas baru akan muncul. Pada setiap tunas itu, akan berbuah
tunas-tunas kebahagiaan, ketenangan, kedamaian, yang akan memenuhi taman-taman
jiwa kita. Kenikmatan yang terindah adalah saat kita berhasil untuk menunjukkan
diri kita tentang mawar-mawar itu, dan mengabaikan duri-duri yang muncul.
Semerbak harumnya akan menghiasi hari-hari kita. Aroma
keindahan yang ditawarkannya, adalah layaknya ketenangan air telaga yang
menenangkan keruwetan hati. Mari, kita temukan “mawar-mawar” ketenangan,
kebahagiaan, kedamaian itu dalam jiwa-jiwa kita. Mungkin, ya, mungkin, kita
akan juga berjumpa dengan onak dan duri, tapi janganlah itu membuat kita
berputus asa. Mungkin, tangan-tangan kita akan tergores dan terluka, tapi
janganlah itu membuat kita bersedih nestapa.
Biarkan mawar-mawar indah itu merekah dalam hatimu.
Biarkan kelopaknya memancarkan cahaya kemuliaan-Nya. Biarkan tangkai-tangkainya
memegang teguh harapan dan impianmu. Biarkan putik-putik yang dikandungnya
menjadi bibit dan benih kebahagiaan baru bagimu. Sebarkan tunas-tunas itu
kepada setiap orang yang kita temui, dan biarkan mereka juga menemukan
keindahan mawar-mawar lain dalam jiwa mereka. Sampaikan salam-salam itu, agar
kita dapat menuai bibit-bibit mawar cinta itu kepada setiap orang, dan
menumbuh-kembangkannya di dalam taman-taman hati kita.
Paradigma
Sore itu disebuah subway di kota New York, suasana
cukup sepi. Kereta api bawah tanah itu cukup padat oleh orang-orang yang baru
pulang kerja.
Tiba-tiba, suara hening terganggu oleh ulah dua orang
bocah kecil berumur sekitar 3 dan 5 tahun yang berlarian kesana kemari. Mereka
berdua mulai mengganggu penumpang lain. Yang kecil mulai menarik- narik korang
yang sedang dibaca oleh seorang penumpang, kadang merebut pena ataupun buku
penumpang yang lain. Si kakak sengaja berlari dan menabrak kaki beberapa
penumpang yang berdiri menggantung karena penuhnya gerbong itu.
Beberapa penumpang mulai terganggu oleh ulah kedua
bocah nakal itu, dan beberapa orang mulai menegur bapak dari kedua anak
tersebut. “Pak, tolong dong anaknya dijaga!” pinta salah seorang penumpang.
Bapak kedua anak itu memanggil dan menenangkannya. Suasana kembali hening, dan
kedua anak itu duduk diam. Tak lama kemudian, keduanya mulai bertingkah seperti
semula, bahkan semakin nakal. Apabila sekali diusilin masih diam saja, kedua
anak itu makin berani. Bahkan ada yang korannya sedang dibaca, langsung saja
ditarik dan dibawa lari. Bila si-empunya koran tidak bereaksi, koran itu mulai
dirobek-robek dan diinjak-injak.
Beberapa penumpang mulai menegur sang ayah lagi dengan
nada mulai kesal. Mereka benar-benar merasa terganggu, apalagi suasana pulang
kerja, mereka masih sangat lelah. Sang ayah memanggil kembali kedua anaknya,
dan keduannya mulai diam lagi. Tapi hal itu tidak berlangsung lama. Si anak mulai
membuat ulah yang semakin membuat para penumpang di gerbong bawah tanah itu
mulai marah.
Beberapa penumpang mulai memarahi sang ayah dan
membentak. “Pak bisa mendidik anak tidak sich!” kata seorang penumpang dengan
geram.
“Dari tadi anaknya mengganggu semua orang disini, tapi
bapak koq diam saja”. Sang ayah bangkit dari duduknya, menghampiri kedua
anaknya yang masih mungil, menenangkannya, dan dengan sangat sopan berdiri dan
berkata kepada para penumpang yang ada di gerbong itu. “Bapak-bapak dan ibu-ibu
semua, mohon maaf atas kelakuan kedua anak saya ini. Tidak biasanya mereka
berdua bertingkah nakal seperti saat ini. Tadi pagi, kedua anak saya ini baru
saja ditinggal oleh ibu mereka yang sangat mereka cintai. Ibu kedua anak saya
ini meninggal karena penyakit LEUKEMIA yang dideritanya”. Bapak itu diam
sejenak, dan sambil mengelus kepala kedua anaknya meneruskan ceritanya.
“Mungkin karena kejadian yang menimpa ibu mereka berdua itu begitu mendadak,
membuat kedua anak saya ini belum bisa menerima kenyataan dan agak sedikit
shock karenanya. Sekali lagi saya mohon maaf”. Seluruh orang didalam gerbong
kereta api bawah tanah itu seketika terdiam. Mereka dengan tiba-tiba berubah
total, dari memandang dengan perasaan kesal karena kenakalannya, berubah
menjadi perasaan iba dan sayang. Kedua anak itu masih tetap nakal, mengganggu
seluruh penumpang yang ditemuinya. Tetapi, orang yang diganggu malah kelihatan
tambah menampakkan kasih sayangnya. Ada yang memberinya coklat, bahkan ada yang
menemaninya bermain.
PERHATIKAN KONDISI SUBWAY ITU. PENUMPANGNYA MASIH
SAMA. KEDUA ANAK ITU MASIH NAKAL-NAKAL. Tetapi terjadi perubahan yang sangat
mencolok. SUASANA DIDALAM SUBWAY ITU BERUBAH 180 DERAJAT. KENAPA?…. KARENA
SEBUAH INFORMASI. INILAH YANG DISEBUT PERUBAHAN PARADIGMA. Ternyata, batas
antara SETUJU dan MENOLAK itu sangat tipis sekali. Dan itu tidak akan pernah
dapat ditembus, kecuali oleh sebuah INFORMASI yang benar
KOMITMEN TERHADAP GOAL
Lomba marathon internasional 1986 di New York
diikuti ribuan pelari dari seluruh dunia. Lomba ini berjarak 42 km.
mengelilingi kota New York. Jutaan orang di seluruh dunia menyaksikan
acara ini melalui televisi secara langsung.
Ada satu orang peserta yang menjadi pusat perhatian di
lomba tersebut, yaitu Bob Willen. Bob seorang veteran perang Vietnam. Ia
kehilangan kedua kakinya karena terkena ranjau saat perang. Untuk
berlari, Bob menggunakan kedua tangannya untuk melemparkan badannya kedepan.
Lomba pun dimulai. Ribuan orang mulai berlari secepat
mungkin ke garis finish. Wajah mereka menunjukkan semangat yang kuat. Para
penonton terus bertepuk tangan mendukung para pelari. 5 km telah berlalu.
Beberapa peserta mulai kelelahan, mulai berjalan kaki. 10 km berlalu. Saat ini
mulai nampak siapa yang mempersiapkan diri dengan baik, dan siapa yang hanya
sekedar ikut untuk iseng-2. Beberapa yang kelelahan memutuskan untuk
berhenti dan naik ke bis panitia.
Sementara hampir seluruh peserta telah berada di
kilometer ke-5 hingga ke-10, Bob Willen masih berada di urutan paling belakang,
baru saja menyelesaikan kilometernya yang pertama. Bob berhenti sejenak,
membuka kedua sarung tangannya yang sudah koyak, menggantinya dengan yang baru,
dan kemudian kembali berlari dengan melempar-lemparkan tubuhnya kedepan dengan
kedua tangannya.
Ayah Bob yang berada bersama ribuan penonton lainnya
tak henti-hentinya berseru “Ayo Bob! Ayo Bob ! Berlarilah terus”. Karena
keterbatasan fisiknya, Bob hanya mampu berlari sejauh 10 km dalam satu hari. Di
malam hari, Bob tidur di dalam sleeping bag yang telah disiapkan oleh panitia
yang mengikutinya.
Empat hari telah berlalu, dan kini adalah hari kelima
bagi Bob Willen. Tinggal dua kilometer lagi yang harus ditempuh. Hingga suatu saat,
hanya tinggal 100 meter lagi dari garis finish, Bob jatuh terguling.
Kekuatannya mulai habis. Bob perlahan-2 bangkit dan membuka kedua sarung
tangannya. Nampak di sana tangan Bob sudah berdarah-darah. Dokter yang
mendampinginya sejenak memeriksanya, dan mengatakan bahwa kondisi Bob sudah
parah, bukan karena luka di tangannya saja, namun lebih ke arah kondisi jantung
dan pernafasannya.
Sejenak Bob memejamkan mata. Dan di tengah2
gemuruh suara penonton yang mendukungnya, samar-samar Bob dapat mendengar suara
ayahnya yang berteriak “Ayo Bob, bangkit ! Selesaikan apa yang telah kamu
mulai. Buka matamu, dan tegakkan badanmu. Lihatlah ke depan, garis finish telah
di depan mata. Cepat bangun ! Jangan menyerah! Cepat bangkit !!!”
Perlahan Bob mulai membuka matanya kembali. Garis
finish sudah dekat. Semangat membara lagi di dalam dirinya, dan tanpa sarung
tangan, Bob melompat- lompat ke depan. Dan satu lompatan terakhir dari Bob
membuat tubuhnya melampaui garis finish. Saat itu meledaklah gemuruh dari para
penonton yang berada di tempat itu. Bob bukan saja telah menyelesaikan
perlombaan itu, Bob bahkan tercatat di Guiness Book of Record sebagai
satu-satunya orang cacat yang berhasil menyelesaikan lari marathon.
Di hadapan puluhan wartawan yang menemuinya, Bob berkata
“SAYA BUKAN ORANG HEBAT. ANDA TAHU SAYA TDAK PUNYA KAKI LAGI. SAYA HANYA
MENYELESAIKAN APA YANG TELAH SAYA MULAI. SAYA HANYA MENCAPAI APA YANG TELAH
SAYA INGINKAN. KEBAHAGIAAN SAYA DAPATKAN ADALAH DARI PROSES UNTUK
MENDAPATKANNYA. SELAMA LOMBA, FISIK SAYA MENURUN DRASTIS. TANGAN SAYA SUDAH
HANCUR BERDARAH-DARAH. TAPI RASA SAKIT DI HATI SAYA TERJADI BUKAN KARENA LUKA
ITU, TAPI KETIKA SAYA MEMALINGKAN WAJAH SAYA DARI GARIS FINISH. JADI SAYA
KEMBALI FOKUS UNTUK MENATAP GOAL SAYA. SAYA RASA TIDAK ADA ORANG YANG AKAN
GAGAL DALAM LARI MARATHON INI. TIDAK MASALAH ANDA AKAN MENCAPAINYA DALAM BERAPA
LAMA, ASAL ANDA TERUS BERLARI. ANDA DISEBUT GAGAL BILA ANDA BERHENTI. JADI,
JANGANLAH BERHENTI SEBELUM TUJUAN ANDA TELAH TERCAPAI”
Selamat Pagi, Anda Kena PHK!
Seorang Chief Operating Officer sebuah perusahaan
ternama dunia hari itu datang kekantornya yang megah tepat jam 7 pagi. Sang
pemilik perusahaan memasuki ruang kerjanya tak lama kemudian. Setelah
berbasa-basi sedikit, beliau berujar;”My friend,” katanya. “Aku bangga dengan
hasil kerjamu selama ini,” lanjutnya. Sang CEO tentu saja bahagia mendengar
pujian bossnya itu. “Namun,” lanjut si boss. Kali ini, hati CEO itu mulai
dihinggapi tanda tanya besar. “Para stakeholders kita menginginkan untuk
menggantikanmu dengan seseorang yang lebih baik…..” Saat itu juga, pagi yang
cerah seakan-akan berubah menjadi gelap gulita sambil sesekali dikilati cahaya
dari bunyi petir dan gelegar halilintar yang membuat jiwa bergetar. Sang CEO
hanya bisa terpana. Seolah tidak percaya pada apa yang baru saja didengarnya.
Seandainya, berita itu tidak ditujukan kepada CEO yang sedang kita bicarakan
itu. Melainkan kepada anda. What are you going to do?
Boleh jadi anda mengira bahwa percakapan diatas itu
sekedar rekaan belaka. Tapi, jika anda mengikuti perkembangan dunia bisnis
internasional akhir-akhir ini; anda akan menemukan bahwa pembicaraan semacam
itu sungguh-sungguh terjadi didunia nyata. ‘Korbannya’? Banyak. Mulai dari
orang nomor satu di bank terkemuka. Pemimpin perusahaan farmasi tercanggih.
Hingga raksasa minuman berbahan dasar kopi yang aroma ketenarannya sampai
kesini. Bahasa politik boleh mengatakannya dengan halus, semisal; pensiun dini
atau golden shake hand. Tetapi, dalam bahasa kita; itu tidak beda dengan tiga
huruf mengerikan bernama P. Dan H. Dan K. Sounds familiar, right? Yes, that
PHK.
Anda tentu masih ingat kisah tragis legendaris yang
menimpa kapal pesiar Titanic yang tenggelam pada tanggal 14 April 1912.
Peristiwa itu diperkirakan menelan 1,500 korban jiwa. Para ahli mempercayai
bahwa faktor utama yang menyebabkan banyaknya jumlah korban jiwa bukanlah
semata-mata tenggelamnya kapal tersebut, melainkan; kurangnya jumlah sekoci
yang ada dikapal itu dibandingkan dengan jumlah penumpang yang ada. Mereka
begitu yakin bahwa Titanic tidak bisa tenggelam. Jadi, mengapa harus
menyediakan sekoci? Konon, ketika perisiwa itu terjadi; sesungguhnya masih
banyak waktu untuk melakukan penyelamatan. Namun, karena jumlah sekoci
penyelamat hanya sedikit, hanya sebagian kecil saja yang bisa diselamatkan.
Dalam kehidupan kerja pun kita sering berpikir seperti
itu. Kita begitu yakin bahwa kapal yang kita gunakan untuk mengarungi samudera
dunia kerja ini tidak akan tenggelam. Sehingga kita tidak merasa penting untuk
memiliki sekoci. Tetapi, berapa banyak sudah perusahaan yang gulung tikar dan
kemudian tenggelam seperti halnya Titanic? Jika kita boleh berkata tanpa
sensor, sesungguhnya dunia kerja kita lebih beresiko daripada Titanic. Apa yang
terjadi pada Titanic adalah musibah bagi semua penumpang. Semua orang
menghadapi masalah yang sama. Sebab; orang baik tidak ditendang keluar dari
kapal. Tetapi, dalam sebuah perusahaan; sudah sering terjadi seorang karyawan
ditendang keluar dari bahtera perusahaan semudah itu. Seperti peristiwa yang
menimpa sang CEO diatas itu.
Jika itu bisa terjadi kepada pimpinan puncak sebuah
perusahaan; maka tidak heran jika bisa dengan sangat gampangnya menimpa
karyawan- karyawan dilevel lainnya. Ya. Tentu saja. Anda sudah tahu itu. Bahkan
mungkin sudah banyak teman anda yang terkena PHK juga. Sayangnya, saat ini pun
kita masih begitu yakinnya untuk mengatakan bahwa kita tidak akan mengalami
nasib seperti itu. Sungguh, tidak ada yang menjaminnya. Sebab, bagaimanapun
juga itu bisa menimpa siapa saja. Karyawan yang jelek. Karyawan yang bagus.
Karyawan dilevel manapun juga. Direktur? Sudah banyak direktur yang terkena PHK
juga, bukan?
Seseorang mungkin menganggap anda terlampau pesimis
dalam memandang masa depan pekerjaan. Ada bedanya antara sikap pesimis dengan
sikap antisipatif. Seseorang yang pesimis, memandang dari sisi negatif, dan dia
tidak melakukan apa-apa untuk mempersiapkan dirinya, kecuali memelihara
perasaan was-was. Sedangkan, orang yang antisipatif, memandang sebuah resiko
secara rasional dan proporsional. Lalu dia mempersiapkan diri untuk menghadapi
situasi sulit jika terjadi sewaktu-waktu.
PHK adalah resiko kita sehari-hari. Kita tidak perlu
terlampau percaya diri dengan mengatakan bahwa hal itu tidak akan pernah
terjadi pada kita. Atau sebaliknya terlalu takut jika mengalaminya. Sebab,
selama kita ‘mempersiapkan diri kita untuk menghadapi kemungkinan itu,’ maka
yakinlah bahwa masa depan kita akan baik-baik saja. Paling tidak, kita tidak
terlampau syok, jika itu benar-benar terjadi. Dan yang lebih penting dari itu
adalah; memulai mempersiapkan ‘sekoci’ itu dari saat ini. Sekoci yang selalu
siap digunakan jika sewaktu-waktu kita membutuhkannya.
Begitu beragamnya reaksi orang ketika terjadi PHK. Ada
yang panik. Ada yang biasa-biasa saja. Ada pula yang senang alang kepalang. Ada
orang yang mendapatkan ‘golden shake hand’ tetapi hatinya miris dan menghadapi
dunia didepannya dengan tatapan pesimis. Ada yang mendapatkan uang pesangon
sekedar sesuai dengan peraturan yang tertuang dalam undang-undang; namun,
memandang masa depannya dengan antusias dan optimis. Mengapa sikap mereka bisa
beda begitu ya? Ternyata, orang-orang yang sudah ‘mempersiapkan’ dirinya untuk
situasi sulit seperti itu lebih bisa menghadapi kenyataan itu. Mereka melihat
sisi terangnya. Dan mereka menemukan bahwa; itu bukanlah akhir dari
segala-galanya.
Kisah
Lee Myung Bak
Jika Anda sering mendengarkan filosofi “Success is My
Right”, yakni sukses adalah hak milik siapa saja, barangkali kisah yang dialami
presiden terpilih Korea Selatan ini mampu menjadi contoh nyata. Lee Myung-bak
yang baru saja memenangkan pemilu di Korea ternyata punya masa lalu yang sangat
penuh derita. Namun, dengan keyakinan dan perjuangannya, ia membuktikan, bahwa
siapa pun memang berhak untuk sukses. Dan bahkan, menjadi orang nomor satu di
sebuah negara maju layaknya Korea Selatan.
Coba bayangkan fakta yang dialami oleh Lee pada masa
kecilnya ini. Jika sarapan, ia hanya makan ampas gandum. Makan siangnya, karena
tak punya uang, ia mengganjal perutnya dengan minum air. Saat makan malam, ia
kembali harus memakan ampas gandum. Dan, untuk ampas itu pun, ia tak
membelinya. Keluarganya mendapatkan ampas itu dari hasil penyulingan minuman
keras. Ibaratnya, masa kecil Lee ia harus memakan sampah.
Terlahir di Osaka, Jepang, pada 1941, saat orangtuanya
menjadi buruh tani di Jepang, ia kemudian besar di sebuah kota kecil, Pohang,
Korea. Kemudian, saat remaja, Lee menjadi pengasong makanan murahan dan es krim
untuk membantu keluarga. “Tak terpikir bisa bawa makan siang untuk di
sekolah,”sebut Lee dalam otobiografinya yang berjudul “There is No Myth,” yang
diterbitkan kali pertama pada 1995.
Namun, meski sangat miskin, Lee punya tekad kuat untuk
menempuh pendidikan tinggi. Karena itu, ia belajar keras demi memperoleh
beasiswa agar bisa meneruskan sekolah SMA. Kemudian, pada akhir 1959,
keluarganya pindah ke ibukota, Seoul, untuk mencari penghidupan lebih baik.
Namun, nasib orangtuanya tetap terpuruk, menjadi penjual sayur di jalanan. Saat
itu, Lee mulai lepas dari orangtua, dan bekerja menjadi buruh bangunan. “Mimpi
saya saat itu adalah menjadi pegawai,” kisahnya dalam otobiografinya.
Lepas SMA, karena prestasinya bagus, Lee berhasil
diterima di perguruan tinggi terkenal, Korea University. Untuk biayanya, ia
bekerja sebagai tukang sapu jalan. Saat kuliah inilah, bisa dikatakan sebagai
awal mula titik balik kehidupannya. Ia mulai berkenalan dengan politik. Lee
terpilih menjadi anggota dewan mahasiswa, dan telibat dalam aksi demo
antipemerintah. Karena ulahnya ini ia kena hukuman penjara percobaan pada 1964.
Vonis hukuman ini nyaris membuatnya tak bisa diterima
sebagai pegawai Hyundai Group. Sebab, pihak Hyundai kuatir, pemerintah akan
marah jika Lee diterima di perusahaan itu. Namun, karena tekadnya, Lee lantas
putar otak. Ia kemudian membuat surat ke kantor kepresidenan. Isi surat bernada
sangat memelas, yang intinya berharap pemerintah jangan menghancurkan masa
depannya. Isi surat itu menyentuh hati sekretaris presiden, sehingga ia
memerintahkan Hyundai untuk menerima Lee sebagai pegawai.
Di perusahaan inilah, ia mampu menunjukkan bakatnya.
Ia bahkan kemudian mendapat julukan “buldozer”, karena dianggap selalu bisa
membereskan semua masalah, sesulit apapun. Salah satunya karyanya yang
fenomonal adalah mempreteli habis sebuah buldozer, untuk mempelajari cara kerja
mesin itu. Di kemudian hari, Hyundai memang berhasil memproduksi buldozer.
Kemampuan Lee mengundang kagum pendiri Hyundai, Chung
Ju-yung. Berkat rekomendasi pimpinannya itu, prestasi Lee terus melesat. Ia
langsung bisa menduduki posisi tertinggi di divisi konstruksi, meski baru
bekerja selama 10 tahun. Dan, di divisi inilah, pada periode 1970-1980 menjadi
mesin uang Hyundai karena Korea Selatan tengah mengalami booming ekonomi
sehingga pembangunan fisik sangat marak.
Setelah 30 tahun di Hyundai, Lee mulai masuk ke ranah
politik dengan masuk jadi anggota dewan pada tahun 1992. Kemudian, pada tahun
2002, ia terpilih menjadi Wali Kota Seoul. Dan kini, tahun 2007, Lee yang masa
kecilnya sangat miskin itu, telah jadi orang nomor satu di Korea Selatan.
Sebuah pembuktian, bahwa dengan perjuangan dan keyakinan, setiap orang memang
berhak untuk sukses.
Keberhasilan hidup Lee, mulai dari kemelaratan yang
luar biasa hingga menjadi orang nomor satu di Korea Selatan, adalah contoh
nyata betapa tiap orang bisa merubah nasibnya. Jika orang yang sangat miskin
saja bisa sukses, bagaimana dengan kita? Mulailah dengan keyakinan, perjuangan,
dan kerja keras, maka jalan sukses akan terbuka bagi siapapun.
Semua Terjadi Karena Suatu Alasan
Semua dimulai dari impianku. Aku ingin menjadi
astronot. Aku ingin terbang ke luar angkasa. Tetapi aku tidak memiliki sesuatu
yang tepat. Aku tidak memiliki gelar. Dan aku bukan seorang pilot. Namun,
sesuatu pun terjadilah.
Gedung Putih mengumumkan mencari warga biasa untuk
ikut dalam penerbangan 51-L pesawat ulang-alik Challanger. Dan warga itu adalah
seorang guru. Aku warga biasa, dan aku seorang guru. Hari itu juga aku mengirimkan
surat lamaran ke Washington. Setiap hari aku berlari ke kotak pos. Akhirnya
datanglah amplop resmi berlogo NASA. Doaku terkabulkan. Aku lolos penyisihan
pertama. Ini benar-benar terjadi padaku.
Selama beberapa minggu berikutnya, perwujudan impianku
semakin dekat saat NASA mengadakan test fisik dan mental. Begitu test selesai,
aku menunggu dan berdoa lagi. Aku tahu aku semakin dekat pada impianku.
Beberapa waktu kemudian, aku menerima panggilan untuk mengikuti program latihan
astronot khusus di Kennedy Space Center .
Dari 43.000 pelamar, kemudian 10.000 orang, dan kini
aku menjadi bagian dari 100 orang yang berkumpul untuk penilaian akhir. Ada
simulator, uji klaustrofobi , latihan ketangkasan , percobaan mabuk udara.
Siapakah di antara kami yang bisa melewati ujian akhir ini ?
Tuhan, biarlah diriku yang terpilih, begitu aku
berdoa. Lalu tibalah berita yang menghancurkan itu. NASA memilih orang lain
yaitu Christina McAufliffe. Aku kalah. Impian hidupku hancur. Aku mengalami
depresi. Rasa percaya diriku lenyap, dan amarah menggantikan kebahagiaanku. Aku
mempertanyakan semuanya. Kenapa Tuhan? Kenapa bukan aku?
Bagian diriku yang mana yang kurang?Mengapa aku
diperlakukan kejam ?
Aku berpaling pada ayahku. Katanya: “Semua terjadi
karena suatu alasan.”
Selasa, 28 Januari 1986, aku berkumpul bersama
teman-teman untuk melihat peluncuran Challanger. Saat pesawat itu melewati
menara landasan pacu, aku menantang impianku untuk terakhir kali. Tuhan, aku
bersedia melakukan apa saja agar berada di dalam pesawat itu. Kenapa bukan aku?
Tujuh puluh tiga detik kemudian, Tuhan menjawab semua pertanyaanku dan
menghapus semua keraguanku saat Challanger meledak, dan menewaskan semua
penumpang.
Aku teringat kata-kata ayahku: “Semua terjadi karena
suatu alasan.” Aku tidak terpilih dalam penerbangan itu, walaupun aku sangat
menginginkannya karena Tuhan memiliki alasan lain untuk kehadiranku di bumi
ini. Aku memiliki misi lain dalam hidup. Aku tidak kalah; aku seorang
pemenang….
Aku menang karena aku telah kalah. Aku, Frank Slazak,
masih hidup untuk bersyukur pada Tuhan karena tidak semua doaku dikabulkan.
Tuhan mengabulkan doa kita dengan 3 cara:
1. Apabila Tuhan mengatakan YA. Maka kita akan mendapatkan apa yang kita minta.
2. Apabila Tuhan mengatakan TIDAK. Maka mungkin kita akan mendapatkan yang lain yang lebih sesuai untuk kita.
3. Apabila Tuhan mengatakan TUNGGU. Maka mungkin kita akan mendapatkan yang terbaik sesuai dengan kehendakNYA.
1. Apabila Tuhan mengatakan YA. Maka kita akan mendapatkan apa yang kita minta.
2. Apabila Tuhan mengatakan TIDAK. Maka mungkin kita akan mendapatkan yang lain yang lebih sesuai untuk kita.
3. Apabila Tuhan mengatakan TUNGGU. Maka mungkin kita akan mendapatkan yang terbaik sesuai dengan kehendakNYA.
Langganan:
Postingan (Atom)